Insektisida dan Herbisida
Banyak senyawa
polihalogen yang digunakan sebagai insektisida dan herbisida. Mungkin DDT
(diklorodifeniltrikloroetana) adalah yang paling terkenal. Senyawa ini dibuat
melalui reaksi klorobenzena dan trikloroasetaldehida dengan katalis asam
DDT digunakan
dalam perang dunia II untuk mencegah malaria dengan membunuh nyamuk malaria. Sayangnya,
DDT sukar dihancurkan (didegradasi) secara biokimia dan penggunaan yang
berlebihan mengakibatkan akumulasi di dalam lingkungan. Senyawa ini cenderung
berakumulasi dalam jaringan lemak dan menyebabkan bahaya, terutama pada ikan
dan burung. Sekarang, penggunaan DDT masih diizinkan, tetapi dibatasi. Produksi
tahunannya adalah 80 ribu ton.
Tanaman pengganggu
(gulma) menimbulkan masalah besar. Gulma mengambil hara dan air yang diperlukan
oleh tanaman. Gulma juga mengurangi cahaya matahari dan menyita ruang, sehingga
mengurangi hasil panen. Produksi pertanian AS berkurang 10% karena gulma. Kerugiannya
ditaksir meliputi 12 milyar dolar dan 6 milyar dolar digunakan pengendalian
tanaman pengganggu.
Salah satu
cara pengendalian gulma adalah dengan menggunakan herbisida. Kurang lebih 85–
90% luas ladang jagung, kedelai, kacang dan padi disemprot dengan herbisida
untuk membasmi gulma. Beberapa herbisida disemprotkan sebelum tanaman
berkecambah, dan beberapa macam lagi disemprotkan langsung pada gulmanya.
Kenaikan populasi
dunia terus menerus menuntut peningkatan produksi pangan. Penggunaan herbisida
membantu cara peningkatan produksi pangan. Sekalipun herbisida digunakan untuk
maksud pertanian, sebagian diperlukan untuk maksud lain, misalnya pembersihan
gulma di sepanjang tepi jalan, dan di halaman perumahan-perumahan.
Sudah sejak
lama petani telah mengenal pembasmi gulma, yaitu berupa garam-garaman. Sebelum perang
dunia II kebanyakan senyawa herbisida tidak terlalu selektif (membunuh gulma
dan tanaman pokok) dan diperlukan jumlah yang besar per hektar lahan.
Dengan penemuan
asam 2,4-diklorofenoksi asetat (2,4-D) yang membasmi gulma jenis daun lebar,
tanaman pokok dapat tumbuh subur. Lagi pula, hanya 0,3 – 2,5 Kg diperlukan per
hektar (dibandingkan dengan 250 Kg per hektar jika digunakan herbisida
anorganik seperti natrium klorat). 2,4-D masih merupakan herbisida yang sering
digunakan di ladang gandum.
Beberapa tahun
kemudian, 2,4,5-T sampai di pasaran. Senyawa ini lebih unggul dibanding 2,4-D
untuk membasmi semak dan gulma di hutan-hutan, padang penggembalaan,
ladang-ladang gandum dan tebu. Tetapi penggunaan 2,4,5-T dikecam ketika
angkatan perang AS mulai menggunakan senyawa jingga ini (dinamakan demikian
karena warna drum penyimpanannya), yaitu berupa campuran 50 : 50 dari ester
2,4,5-T dengan 2,4-D untuk meluruhkan tajuk di hutan vietnam. Walaupun masalah
ini masih diteliti, 2,4,5-T kurang lebih mengandung sedikit dioksin, yaitu
hasil samping dalam pengolahannya. Dioksin adalah racun yang sangat ampuh. Pengolahan
2,4,5-T diawasi dengan ketat, kandungan dioksinnya harus kurang dari1 ppm, namun
masih ada resiko. Sekarang penggunaan 2,4,5-T benar-benar dibatasi.
Paling sedikit
40 macam herbisida digunakan besar-besaran. Yang mengandung halogen adalah,
Herbisida baru,
kahir-akhir ini dikembangkan oleh perusahaan DuPont yang sangat populer. Senyawa
ini adalah turunan urea yang mengandung klor.
Senyawa ini
efektif untuk macam-macam gulma pada tanaman biji-bijian (gandum, padi) dan
pemakaiannya per hektar sangat rendah.
Kemajuan pertanian modern dan kebutuhan pangan untuk
populasi yang terus menerus meningkat tidak akan bertemu tanpa herbisida yang
dikembangkan oleh para ilmuwan.
Komentar
Posting Komentar